Pentingnya Penerapan K3 di Ruang Terbatas (Confined Space) Bagi Masyarakat Umum dan Perusahaan

Pentingnya Penerapan K3 di Ruang Terbatas (Confined Space) Bagi Masyarakat Umum dan Perusahaan

Matakuliah Aspek Hukum dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dibina oleh Bapak Djoko Kustono

Oleh : Isa Muhammad Said

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek. Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja. K3 juga melindungi rekan kerja, keluarga pekerja, konsumen, dan orang lain yang juga mungkin terpengaruh kondisi lingkungan kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja cukp penting bagi moral, legalitas, dan finansial. Semua organisasi yang memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu. Praktek K3 meliptui pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja dan menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit. K3 terkait dengan ilmu kesehatan kerja, teknik keselamatan, teknik industri, kimia, fisika kesehatan, psikologi organisasi dan industri, ergonomika, dan psikologi kesehatan kerja.


Adapun Peraturan perundang-undangan yang mengatur K3 adalah sebagai berikut.
1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.

2. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.

3. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampi dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden terkait penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), diantaranya adalah:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja

Penerapan K3 di Ruang Terbatas (confined space)
Ruang terbatas (confined space) adalah ruang yang cukup besar dan luas serta memungkinkan pekerja masuk dan bekerja di dalamnya dan pekerja mempunyai akses untuk masuk dan keluar yang terbatas serta tidak dirancang untuk tempat kerja. Ciri-ciri dari confined space adalah sebagai berikut.
 Memiliki bukaan yang terbatas baik untuk masuk maupun keluar.
 Ada ruang untuk masuk yang cukup besar atau setidaknya sebagian terbuka.
 Tidak dirancang untuk manusia berada didalamnya terus menerus.
 Ventilasi yang tidak memadai.
 Berpontensi mengandung gas beracun.
Adapun karakteristik confined space menurut OSHA (lembaga K3 Amerika), Confined space adalah sebagai berikut.
 Mempunyai luas yang terbatas dan dikonfigurasi agar tubuh pekerja dapat masuk dan melakukan tugasnya.
 Mempunyai keterbatasan pintu untuk masuk dan keluar.
 Tidak didisain untuk pekerjaan yang terus menerus.
Contoh-contoh dari Confined space ialah:
 Boiler, Furnace (tungku),
 Jalur pipa, lubang, stasiun pompa,
 Septic tank, sewage digestor,
 Silo, Tangki penyimpanan,
 Terowongan, duct, Tangki (Ballast tank, fuel tank, water tank), dan lain sebagainya.
Confined space tidak hanya dapat kita temukan di dunia industri tapi juga dapat kita temukan di tempat-tempat umum, misalnya pusat perbelanjaan dan kolam renang umum. Beberapa kolam renang menempatkan pompanya di bawah tanah.
Terdapat beberapa potensi sumber bahaya saat bekerja di ruang terbatas, contohnya ialah potensi bahaya yang berasal dari bahan kimia yang mengandung racun dan mudah terbakar (dalam bentuk gas, uap, asap, debu dan sebagainya). Selain itu, masih terdapat bahaya lain seperti terjadinya defisiensi (kekurangan) oksigen atau sebaliknya terjadi kelebihan kadar oksigen, suhu yang ekstrem, terjebak atau terliputi (engulfment), maupun resiko fisik lainnya yang timbul seperti kebisingan, permukaan yang basah/licin dan kejatuhan benda keras yang terdapat di dalam ruang terbatas tersebut yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja sampai dengan kematian tenaga kerja yang bekerja didalamnya.
Bekerja di dalam ruang terbatas (confined spaces) mempunyai resiko terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja. Oleh karenanya diperlukan aturan dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap pekerja dan aset lainnya, baik melalui peraturan perundang-undangan, program memasuki ruang terbatas dan persyaratan ataupun prosedur untuk memasuki dan bekerja di dalam ruang terbatas.

Pekerjaan Beresiko “Masyarakat Umum dan Pekerja di Perusahaan” di Ruang Terbatas
Setiap pekerjaan memiliki resiko, resiko akibat kerja bisa saja terjadi pada siapa saja bagi mereka yang tidak melakukan pekerjaan sebagaimana semestinya, berikut ini adalah contoh kecelakaan kerja di ruang terbatas yang terjadi di masyarakat umum dan perusahaan.
1. 5 Pekerja tewas di septic tank, polisi periksa 7 saksi
Merdeka.com – Kepolisian Metro Pasar Minggu terus mendalami penyebab tewasnya 5 orang pekerja dan 2 orang kritis di Proyek Pembangunan Gedung The Manhattan Square di Jalan TB Simatupang, Pasar Minggu Jakarta Selatan. Saat ini, Polisi tengah memeriksa 7 orang saksi terkait insiden kecelakaan kerja tersebut. “Saksi yang kita periksa yaitu, RLA dan IF dan berikut 5 orang tim K3S (Tim Keselamatan, Kesehatan Kerja Waskita),” kata Kapolsek Pasar Minggu, Komisaris Adri Desas Furyanto kepada merdeka.com, Selasa (12/2).
Adri menjelaskan, dua orang pekerja kritis merupakan saksi kunci kecelakaan tersebut hingga saat ini masih belum bisa dimintai keterangan dan masih menjalani pemeriksaan di RS Mintohardjo, Jakarta Pusat. Dia juga mengatakan, petugas saat ini masih terus mengumpulkan alat bukti penyebab kecelakaan tersebut. “2 Orang korban yang kritis, saksi kunci sampai saat ini masih di ruang ICU di RS Mintoharjo,” ujarnya.
Dia menjelaskan, peristiwa nahas itu diketahui sekitar pukul 10.00 WIB pagi tadi dan di laporkan ke Polsek Pasar Minggu pukul 12.00 WIB oleh manajemen Waskita Karya. Kejadian bermula saat seorang pekerja terjeblos septic tank dan tidak kunjung muncul. Melihat kejadian itu, teman korban akhirnya mencoba menolong namun bernasib sama hingga penolong yang ke enam. “Niatnya ingin menolong namun nasibnya sama tidak muncul-muncul (tidak dapat diketahui siapa yang kejeblos dan siapa menolong secara bergiliran, karena saksi kunci belum sadar),” Papar Adri. Tidak berapa lama, enam orang Tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Waskita Karya kemudian menolong ketujuh korban untuk dievakuasi selanjutnya dilarikan ke RS Marinir Cilandak. Dari ke tujuh korban, 5 orang pekerja tewas dan 2 orang pekerja saat ini masih kritis.

2. Dua penggali sumur tewas keracunan CO2
Sindonews.com – Nahas menimpa Suyatno (37) warga Jalan Imam Bonjol, Salatiga dan Parmin (40), warga Pakis, Kabupaten Magelang. Keduanya tewas setelah menggali sumur yang berada di kompleks rumah makan Joglo Rini di Jalan Imam Bonjol, Kelurahan dan Kecamatan Sidorejo.
Diduga kedua korban tewas karena keracunan gas karbondioksida (CO2) yang berasal dari mesin penyedot air yang digunakan untuk menguras sumur sedalam sekitar 15 meter itu. Menurut saksi mata Sariyanto (36), warga Sinoman, Kelurahan dan Kecamatan Sidorejo, kejadian itu bermula ketika kedua korban sedang bekerja menggali sumur di warung makan Joglo Rini bersama dua orang pekerja lain, yakni Slamet (38), warga Pakis, Magelang dan Totok (30), warga Candi, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Saat itu, kedua korban berada di dasar sumur. Sedang kedua pekerja lainnya berada di atas dan bertugas membantu proses penyedotan air dari dalam sumur.
“Mereka menyedot air menggunakan mesin diesel. Setelah mesin dihidupkan, asap yang keluar dari knalpot masuk kedalam lubang sumur. Saat itu juga kedua korban berteriak minta tolong karena tidak kuat menahan asap. Lantas kedua pekerja lain berniat menolong korban. Namun mereka tidak menolong korban karena tidak kuat menahan asap dan langsung naik ke atas dengan tali,” tutur Sariyanto menjelaskan kepada wartawan, Senin (9/7/2012). Setibanya di atas sumur kedua pekerja tersebut langsung pingsan dan dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salatiga untuk mendapatkan pertolongan medis. Beruntung Totok dan Slamet cepat dilarikan ke RSUD Salatiga sehingga nyawanya bisa terselamatkan. Kejadian ini langsung dilaporkan ke Polres Semarang. Sejumlah polisi langsung mendatangi lokasi kejadian. Dengan dibantu petugas dari PMI Salatiga dan warga mereka langsung melakukan evakuasi korban. Kedua korban akhirnya berhasil dievakuasi dari dalam sumur sekitar pukul 13.30 WIB.
Kasubag Humas Polres Salatiga AKP Paulina menyatakan, pihaknya masih melakukan penyelidikan untuk mengungkap penyebab kematian korban. “Kami masih menyelidiki penyebab kematian kedua korban dan meminta keterangan saksi-saksi,” katanya. Sementara itu, salah satu petugas yang melakukan evakuasi dari PMI Kota Salatiga Suhono menuturkan, dari hasil pemeriksaan tim medis disimpulkan, kedua korban tewas karena terlalu banyak menghirup gas karbondioksida. Sehingga mereka tidak bisa bernafas dan akhirnya meninggal dunia.

3. Kekurangan oksigen, seorang penggali sumur tewas
Merdeka.com – Seorang penggali sumur, Hamdani (52) tewas sementara dua lainnya, Rohmatulloh dan Abdul Latif, sekarat saat menggali sumur di RT 05 RW 05 No 7 Kelurahan Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur, Minggu (26/8) sekitar pukul 16.00 WIB. Informasi dari Humas Polda Metro Jaya, Senin (27/8), saat kejadian Hamdani masuk ke dalam sumur untuk melakukan penggalian karena mengalami kekeringan. Selang berapa lama, ia berteriak meminta pertolongan karena tak bisa bernafas.
Rohmatulloh dan Abdul Latif kemudian berusaha mengangkat korban dengan cara turun ke dalam sumur. Namun nahas, sesampainya di dalam sumur, keduanya ikut mengalami sesak nafas. Dinas Pemadam Kebakaran (DPK) setempat akhirnya diterjunkan ke lokasi setelah keluarga korban meminta pertolongan. Rohmatulloh dan Abdul Latif kemudian dapat diselamatkan dan dilarikan ke RS setempat. Sementara Hamdani tidak dapat diselamatkan nyawanya. Dia diduga tewas karena kekurangan oksigen.

4. Freeport: 38 Pekerja Tertimbun, Hanya 10 yang Berhasil Dievakuasi
JAKARTA (Pos Kota) – Pemerintah mulai melakukan penyelidikan dan investigasi di lokasi runtuhan atap terowongan Big Gossan PT Freeport, setelah seluruh korban berhasil dievakuasi pagi ini. “Penyelidikan dan investigasi dilakukan untuk mengetahui penyebab utama terjadinya kasus kecelakaan kerja ini,” kata Menakertrans A. Muhaimin Iskandar, Rabu (22/1).
Korban tewas akibat runtuhan tambang bawah tanah Bog Gossan milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Papua total menjadi 28 orang. Emergency Response Team berhasil mengevakuasi dan mengidentifikasi pekerja terakhir yang terkubur dalam reruntuhan pada pagi dini hari tadi. Investigasi, lanjut Muhaimin akan dilakukan secara detail dengan melibatkan tim ahli yang disupervisi langsung oleh Kementerian ESDM dan Kemnakertrans secara bersama. “Pemerintah sangat menyesalkan terjadinya kecelakaan kerja ini dan akan mengusut secara tuntas kasus ini. Investigasi akan dilakukan untuk mengungkap penyebab utamanya, apakan murni kecelakaan karena faktor alam atau terdapat unsur keteledoran. Seperti yang disampaikan oleh bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setiap pelanggaran peraturan harus dimintai pertanggung jawaban,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang antara lain membidangi pengawasan ketenagakerjaan, Irgan Chairul Mahfiz, menegaskan pihak manajemen PT Freeport Indonesia sudah melakukan pengabaian aspek keselamatan kerja terhadap para karyawan yang dibiarkan mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas K3 (Kesehatan dan Kesehatan Kerja) di ruang kelas bawah tanah area terowongan Big Gossan, Mimika, Papua pada Selasa (14/5) lalu. Akibat pembiaran itu, kata Irgan, sebanyak 38 pekerja Indonesia tertimbun, dan hanya 10 orang berhasil dievakusi selamat, sisanya tewas.
“Banyaknya korban ini jelas mengindikasikan suatu pengabaian yang sulit diterima akal sehat, sebab perusahaan sama sekali tidak mempertimbangkan faktor K3 untuk wajib diproritaskan kepada karyawan,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu. Ia justru menilai aneh, perusahaan tambang raksasa internasional asal Amerika Serikat itu tidak bersikap hati-hati dalam memberlakukan adanya K3 bagi karyawannya sendiri. “Jika ada fakta-fakta untuk dilanjutkan secara hukum maka PT Freeport harus mendapatkan konsekuensi hukum, di samping menetapkan sejumlah ganti rugi yang memadai bagi para korban dan keluarganya,”jelas Irgan.
Presiden Direktur PTFI, Rozik B. Soetjipto mengatakan sejak terjadinya insiden tersebut, Emergency Response Team PTFI telah berusaha dengan sekuat tenaga untuk melakukan evakuasi terhadap korban yang masih tertimbun. Usaha penyelamatan mereka menjadi lebih sulit karena terbatasnya ruang dalam terowongan dan risiko runtuhan atap lebih lanjut di lokasi.
Hari ini, (Rabu 22/5) PTFI melakukan dengan upacara bela sungkawa di Kantor Freeport di Jakarta dan Papua. Sementara 10 pekerja yang berhasil diselamatkan kini dilaporkan tengah dalam kondisi yang stabil. Daftar lengkap korban jiwa dari insiden Big Gossan adalah: Aan Nugraha, Amir Tika, Aris Tikupasang, Artinus Magal, Daniel Tedy Eramuri, David Gobai, Febry Tandungan, Ferry Edison Pangaribuan, Frelthon Wantalangi, Gito Sikku, Hengky Ronald Hendambo, Herman Susanto, Jhoni Michael Ugadje, Joni Tulak, Lestari Siahaan, Lewi Mofu, Ma’mur, Mateus Agus Marandof, Muntadhim Ahmad, Petrus Frengo Marangkerena, Petrus Padak Duli, Retno Bone, Rooy Rogers Kailuha, Selpianus Edowai, Suleman, Victoria Sanger, Wandi, dan Yapinus Tabuni. (tri/d)

5. Tertimbun Tanah Galian Pipa Petrokimia
indosiar.com, Lamongan – (Senin : 29/07/2013) Menjelang berbuka puasa, warga desa Kesambi kecamatan Pucuk Lamongan, digegerkan dengan tewasnya seorang pekerja pemasangan pipa PT. Petrokimia. Korban tewas akibat tertimbun material tanah galian pipa.
Kecelakaan kerja ini terjadi, ketika tiga orang pekerja pemasangan pipa yakni Ainur Rofiq warga Sukosongo kecamatan Kembangbahu, Nasik warga Sugio, dan Ahmad Udin 25 tahun warga desa Sukobendu Mantup Lamongan, sedang menggali tanah sedalam satu setengah meter.
Namun setelah menggali selama satu jam, tiba tiba tanah galian runtuh. Beruntung Ainur Rofiq dan Nasik berhasil menyelamatkan diri, dan lolos dari maut. Namun, nasib Ahmad Udin tidak tertolong, karena tertimbun tanah dengan kondisi tertelungkup.
Runtuhnya tanah galian diduga akibat getaran tanah, akibat dari aktifitas eskavator yang berada di dekat lokasi galian. Selain itu, kondisi tanah yang labil, membuat tanah mudah longsor. Petugas kepolisian masih menyelidiki, penyebab pasti tewasnya ahmad Udin, selain faktor longsornya tanah galian.(Safari Ranuwijaya/Supri)

Analisis Kesalahan Kasus Kecelakaan Kerja
Pada kasus 1, 4, dan 5 diketahui bahwa para pekerja tewas tertimbun, banyak kasus kecelakaan kerja seperti ini terjadi, yang paling sering terjadi ialah diruang terbatas (confined space) seperti lorong, tangki, atau galian, hal tersebut disebabkan karena beberapa hal seperti : karena faktor struktur tanah, kesalahan prosedur saat menggali, atau kelalaian karena terpeleset atau tertimpa. Untuk kasus 1, 4, dan 5 disebabkan oleh kelalaian pekerjanya (human error) dan dapat dikategorikan kecelakaan murni. Kecelakaan murni seperti kecelakaan tersebut bukan semata-mata karena takdir tuhan, namun kecelakaan seperti itu memang bisa dihindari. Solusi untuk permasalahan seperti kejadian tersebut ialah perlu pentingnya dukungan perusahaan untuk lebih intensif memberikan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja bagi para karyawannya sejalan dengan perundang-undangan yang telah disusun sebagai manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
Pada kasus 2 dan 3 diketahui bahwa pekerja penggali sumur tewas karena kekurangan oksigen, kejadian serupa memang kerap terjadi khususnya di masyarakat umum yang menggunakan cara tradisional seperti menggali sumur. Walapun keselamatan dan teknik penggalian terbilang cukup handal dan pekerja tersebut mempunyai pengalaman untuk menggali sumur, namun perlu diperhatikan lagi jika bahaya didalam sumur berbeda-beda, pekerja tidak pernah tahu apa sumur yang digalinya berbahaya atau tidak, karena bagi masyarakat umum, pekerjaan menggali tidak pernah diselidiki dahulu sebelumnya apa terdapat gas berbahaya atau tidak, apa oksigen didalam memenuhi persyaratan atau tidak. Sumur pada umumnya berbentuk tabung, lebar atau diameter sumur umumnya kecil, dalamnya bisa berbeda tergantung kebutuhan saat penggalian, tergantung debit air yang ditemukan, pekerjaan didalam sumur termasuk dalam ketegori pekerjaan diruang terbatas atau confined space, ruang terbatas adalah ruang yang paling mematikan jika bekerja tidak sesuai prosedur entah tertimpa, tertimbun, ataupun kehilangan nyawa karena pernapasan. Untuk itu, pekerja seharusnya menyiapkan alat pelindung diri (APD) sebelum melakukan pekerjaan di ruang terbatas, untuk menggali sumur, yang terpenting adalah persiapan oksigen sebagai langkah menghindari tingginya kadar CO2 didalam sumur.

Pentingnya K3
Pada tahun 2011, di Indonesia tercatat 96.314 kasus kecelakaan kerja dengan korban meninggal sebanyak 2.144 orang dan mengalami cacat sebanyak 42 orang. Sedangkan, berdasarkan laporan International Labor Organization (ILO), setiap hari terjadi 6.000 kasus kecelakaan kerja di dunia yang mengakibatkan korban fatal (setiap kecelakaan sedikitnya menyebabkan tiga hari absen dari pekerjaan). Sementara di Indonesia setiap 100 ribu tenaga kerja terdapat 20 korban fatal akibat kecelakaan kerja.
Kecelakaan kerja tidak harus dilihat sebagai takdir, karena kecelakaan itu tidaklah terjadi begitu saja terjadi namun kecelakaan pasti ada penyebabnya. Kelalaian perusahaan yang semata-mata hanya memusatkan diri pada keuntungan serta kegagalan pemerintah dalam meratifikasi konvensi keselamatan internasional atau melakukan pemeriksaan buruh merupakan dua penyebab besar kematian terhadap pekerja.
Negara kaya sering mengekspor pekerjaan berbahaya ke negara miskin dengan upah buruh yang lebih murah dan standar keselamatan pekerja yang lebih rendah juga. Selain itu, di negara-negara berkembang seperti Indonesia, undang-undang keselamatan kerja yang berlaku tidak secara otomatis meningkatkan kondisi di tempat kerja, disamping hukuman yang ringan bagi yang para pelanggar peraturan. Padahal meningkatkan standar keselamatan kerja yang lebih baik akan menghasilkan keuangan yang baik pula.
Pengeluaran biaya akibat kecelakaan dan sakit yang berkaitan dengan kerja sebenarnya hanya merugikan ekonomi dunia dimana lebih dari seribu miliar dollar (850 miliar euro) diseluruh dunia atau dua puluh kali jumlah bantuan umum yang diberikan untuk dunia berkembang. Menurut kalkulasi ILO, kerugian yang harus ditanggung akibat kecelakaan kerja di negara-negara berkembang juga tinggi yaitu mencapai 4% dari produk nasional bruto (PNB). Angka keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum ternyata masih rendah berdasarkan data ILO, Indonesia menduduki peringkat ke- 26 dari 27 negara.
Menteri tenaga kerja dan transmigrasi “Muhaimin Iskandar” mengatakan bahwa seluruh pihak harus mulai melakukan upaya dan kerja keras di tahun 2013 agar penerapan sistem manajemen K3 (SMK3) di setiap jenis kegiatan usaha dan berbagai kegiatan masyarakat dapat menekan angka kecelakaan kerja.

Kesimpulan
Dalam sistem manajemen K3 (SMK3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor PER.05/MEN/1996 pada lampiran I poin 3.1.5 tentang pelatihan (training) disebutkan bahwa penerapan dan pengembangan sistem manajemen K3 yang efektif ditentukan oleh kompetensi kerja dan pelatihan dari setiap tenaga kerja di perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam menjamin kompetensi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja. OHSAS 18001 section 4.4.2 mensyaratkan bahwa setiap pekerja harus memiliki kompetensi untuk melakukan tugas-tugas yang berdampak pada K3. Kompetensi harus ditetapkan dalam hal pendidikan yang sesuai, pelatihan dan / atau pengalaman.Training K3 merupakan program yang sangat penting dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja, dari berbagai studi yang dilakukan terhadap prilaku tidak aman dari pekerja diperoleh beberapa alasan (National Safety Council, 1985):
1. Pekerja tidak memperoleh intruksi kerja secara spesifik dan detil.
2. Kesalahpahaman terhadap intruksi kerja.
3. Tidak mengetahui instruksi kerja.
4. Menganggap instruksi kerja tersebut tidak penting atau tidak perlu.
5. Mengabaikan instruksi kerja.
Untuk mencegah hal tersebut diatas terjadi maka sangat diperlukan training bagi pekerja untuk memahami setiap instruksi kerja secara baik dan akibat yang dapat terjadi jika tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi kerja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh menunjukkan bahwa training dapat meningkatkan kompetensi dan pengetahuan pekerja. Kemudian pengetahuan dan kompetensi pekerja tersebut dapat mengurangi kecelakaan dan parameter proses yang disebabkan oleh faktor pekerja, dimana kesalahan tersebut dapat mengakibatkan kematian. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dingsdag (2008) yang menyimpulkan bahwa untuk meningkatkan budaya dan prilaku K3 untuk mengurangi kecelakaan kerja maka diperlukan training K3 untuk meningkatkan kompetensi dan pemahaman K3 pada seluruh line management dan pekerja.
Setiap pekerja baru harus mendapatkan training yang cukup sebelum melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan. Training yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan dari area kerja masing-masing pekerja. Untuk memastikan bahwa pekerja baru sudah menguasai tugas dan tanggung jawab yang diberikan maka diperlukan tolok ukur sebagai umpan balik dari training yang diberikan. Training tidak hanya diberikan pada pekerja baru, akan tetapi pekerja lama pun harus diberikan training penyegaran. Pihak manajemen perusahaan harus membuat program training tahunan yang meliputi topik-topik baru maupun topik-topik lama sebagai penyegaran (re-fresh training).
Training yang diberikan harus meliputi pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) untuk meningkat kompetensi pokok (core competency) dan kompetensi K3 (safety competency). Kompetensi pokok adalah kompetensi minimum yang harus dimiliki pekerja untuk menjalankan tugas pokok yang dibebankan, misalnya operator produksi harus memahami dan mampu menjalankan mesin produksi, laboran harus mampu melakukan analisa dasar bahan kimia dan seterusnya. Namun kompetensi pokok saja tidak cukup untuk melakukan pekerjaan secara aman, maka diperlukan kompetensi K3. Pada umumnya training kompetensi pokok tidak dilengkapi dengan kompetensi K3 atau tidak mengandung aspek-aspek K3 (Dingsdag, 2008).
Secara garis besar training K3 yang diperlukan adalah sebagai berikut (National Safety Council, 1985):
1. Training untuk karyawan baru, misalnya: peraturan umum perusahaan, profil perusahaan, peraturan K3 secara umum, kebijakan K3, program pencegahan kecelakaan, intruksi kerja yang dibutuhkan, bahaya ditempat kerja, alat pelindung diri, dst.
2. Job Safety Analysis (JSA); pemahaman terhadap JSA dan proses JSA.
3. Job instruction training (JIT); training yang secara spesifik menjelaskan prosedur kerja standar di area kerja masing-masing, misalnya; prosedur kalibrasi, prosedur pembuatan produk, prosedur pembersihan tangki.
4. Other method instruction; training untuk trainer, bagaimana mempersiapkan dan melakukan training secara baik.

Saran
Melihat banyaknya kasus kecelakaan kerja yang terjadi maka penerapan budaya K3 harus diintegrasikan pada setiap jenjang manajemen perusahaan dan masyarakat umum, sehingga dapat mengurangi kecelakaan kerja. Integrasi penerapan budaya K3 di perusahaan dan masyarakat umum dapat dilakukan melalui pendekatan prinsip-prinsip manajemen agar tidak hanya mengurangi kecelakaan kerja, tapi juga menekan tingkat keparahan dan pencapaian kecelakaan nihil.

Daftar Rujukan
2013. Editor Metro TV News. Kecelakaan Kerja di Indonesia Masih Tinggi.
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/01/15/2/122976/Kecelakaan-Kerja-di-Indonesia-masih-Tinggi. Online
2008. Manajemen Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3). PT TIRA AUSTENITE Tbk
Rahimah Azmi D. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja oleh P2K3 untuk 2008. Meminimalkan Kecelakaan Kerja di PT Wijaya Karya Beton Medan. Universitas Sumatra Utara
Wirahadikusumah D. Reini. Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB

Leave a comment