Problem Based Learning (PBL)

Matakuliah Landasan Pembelajaran yang dibina oleh bapak Tuwoso

Oleh: Linda Kurnia, Isa Muhammad Said, Mohammad M Al Ansyorie

A. Latar Belakang Masalah
Pada perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat dan arus globalisasi juga semakin hebat maka muncullah persaingan dibidang pendidikan. Salah satu cara yang ditempuh adalah melalui peningkatan mutu pendidikan. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan tersebut, Pemerintah berusaha melakukan perbaikan-perbaikan agar mutu pendidikan meningkat, diantaranya perbaikan kurikulum, SDM, sarana dan prasarana. Perbaikan-perbaikan tersebut tidak ada artinya tanpa dukungan dari guru, orang tua murid dan masyarakat yang turut serta dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh peserta didik. Kenyataan dilapangan, siswa hanya menghapal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Walaupun demikian kita menyadari bahwa ada siswa yang memiliki tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, namun kenyataan mereka sering kurang memahami dan mengerti secara mendalam pengetahuan yang bersifat hafalan tersebut. Pemahaman yang dimaksudkan adalah pemahaman siswa terhadap dasar kualitatif di mana fakta-fakta saling berkaitan dengan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi baru. Sebagian besar siswa kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan/diaplikasikan pada situasi baru.
Persoalannya bagaimana menemukan cara yang tepat untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat konsep tersebut serta mengaitkannya dalam kehidupan nyata, maka diperlukanlah strategi pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang merupakan strategi pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan permasalahan dan penyelesaian nyata yang memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekedar menghapal konsep. Misalnya, suatu fenomena alam, mengapa ada laut yang membuat orang mengapung walaupun tak bisa berenang. Dari contoh permasalahan nyata jika, memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekadar menghafal konsep.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan strategi problem based learning?
2. Apa saja teori yang mendasari strategi problem based learning?
3. Bagaimana langkah-langkah penerapan strategi problem based learning dalam pembelajaran di kelas?
4. Apa saja kelebihan dan kelemahan dari penerapan strategi problem based learning?
5. Bagaimana skenario strategi problem based learning dalam penerapan mata pelajaran kimia di kelas?
6. Bagaimana penilaian strategi problem based learning?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian strategi problem based learning.
2. Untuk mengetahui teori yang mendasari strategi problem based learning.
3. Untuk mengetahui langkah-langkah penerapan strategi problem based learning dalam pembelajaran di kelas.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari penerapan strategi problem based learning.
5. Untuk mengetahui skenario strategi problem based learning dalam penerapan mata pelajaran kimia di kelas.
6. Untuk mengetahui penilaian strategi problem based learning.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Strategi Problem Based Learning
Problem Based Learning (PBL) pertama kali dikembangkan dan diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster University Kanada pada tahun 60-an. PBL sangat efektif untuk sekolah kedokteran dimana mahasiswa dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut untuk memecahkannya. Katerampilan untuk memecahkan masalah sangat dibutuhkan dalam profesi dokter karena pada kenyataannya para dokter selalu dihadapkan pada masalah pasiennya sehingga harus mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya diterapkan dalan pembelajaran secara umum.
Menurut Barrow dalam Arend (2004: 392) dalam menyatakan bahwa PBL merupakan pembelajaran yang merupakan hasil dari suatu proses menginvestigasi, pemahaman dan memberikan solusi dari suatu masalah. Dengan demikian prinsip utama dari PBL adalah pemecahan masalah yang otentik. Masalah yang dibawa ke dalam kelas merupakan stimulus awal dan kerangka utama proses pembelajaran. Dalam PBL, siswa akan menimbulkan keterampilan memecahkan masalah secara efektif, yang nantinya berguna di kehidupan profesionalnya.
PBL berangkat dari asumsi bahwa belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan secara aktif dan dipengaruhi oleh faktor sosial. PBL menggunakan pendekatan student-center dimana siswa diberikan kebebasan untuk menentukan topik yang menarik baginya dan menentukan bagaimana akan mempelajarinya. Dalam PBL, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, bukan sebagai sumber informasi. Guru sebagai fasilitator harus dapat membangun motivasi siswa secara intrinsik tertarik dengan materi, membagi siswa dalam kelompok kerja dan membantu siswa untuk menjadi pebelajar mandiri. Walaupun siswa diberi kebebasan untuk menentukan topik, namun guru harus tetap memberikan tema permasalahannya sehingga masalah yang diangkat relevan dengan kehidupan sehari-hari dan relevan dengan materi yang dibahas.
Menurut Arend (2004: 392), strategi problem based learning memiliki lima karakteristik sebagai berikut.
1. Pembelajaran didasarkan atas pemecahan masalah. Dalam proses pembelajaran, siswa dibawa kepada masalah dalam kehidupan nyata yang sifatnya penting dalam kehidupan sosial dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Masalah yang dibawa hendaknya kompleks dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk masalah tersebut. Misalnya, dalam pelajaran kimia lingkungan, siswa ditugaskan untuk mencari solusi menanggulangi tingginya populasi eceng gondok pada waduk Selorejo akibat cemaran fosfat dari deterjen. Masalah tersebut memiliki berbagai macam solusi, antara lain eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan briket, bahan kertas karton dan kreasi anyaman.
2. Adanya keterkaitan antar disiplin. Meskipun PBL diterapkan pada mata pelajaran tertentu, misalnya kimia, namun nantinya dalam pemecahan masalahnya akan dapat melibatkan disiplin ilmu lain tergantung kemampuan dan kemauan siswa. Misalnya, dalam pelajaran kimia lingkungan, siswa ditugaskan untuk mencari solusi seperti fisika, biologi, ekonomi dan sosial.
3. Penyelidikan autentik. PBL mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan informasi, melakukan eksperimen jika diperlukan, membuat analisis serta merumuskan kesimpulan.
4. Menghasilkan produk/karya dan mempresentasikannya. PBL menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau peragaan yang menjelaskan bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut berupa laporan, model fisik, rekaman video, program komputer, tabel, gambar, dll. Karya tersebut selanjutnya didemonstrasikan kepada teman-teman yang lainnya.
5. Kerja sama dalam kelompok kerja. Kelompok kerja merupakan aspek yang penting dalam PBL untuk beberapa alasan. Pertama, kelompok kerja membangun rasa nyaman bagi siswa untuk mengutarakan pertanyaan terkait masalah dan ide pemecahan masalah. Kedua, kelompok kerja membantu membangun kemampuan berkomunikasi dan mengorganisasikan kelompok. Terakhir, kelompok kerja membangun motivasi siswa sehingga mereka aktif terlibat dalam penyelesaian tugas karena merasa bertanggung jawab terhadap anggota kelompok lainnya. Namun kelompok tidak selalu dapat bekerja efektif tanpa adanya pembimbing. Oleh karena itu, tugas guru adalah memonitor interaksi dalam kelompok.
Dalam PBL, siswa akan memiliki pengalaman memecahkan masalah nyata sehingga dapat menumbuhkan beberapa kompetensi dari dalam diri siswa. Menurut Hmelo-Silver (2004: 240-241), kompetensi siswa yang menjadi tujuan pembelajaran PBL adalah sebagai berikut.
1. Membangun ketrampilan berpikir tingkat tinggi. Menurut Resnick dalam Arend (2004: 393) berpikir tingkat tinggi adalah bukan algoritmik, yaitu alur tindakan yang tidak sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya, berpikir tingkat tinggi cenderung kompleks, memiliki beberapa solusi, melibatkan pertimbangan dan interpretasi, melibatkan banyak kriteria, melibatkan ketidak pastian, melibatkan pencarian makna dan harus kerja keras. Masalah dalam kehidupan nyata yang dibawa kedalam kelas pada strategi PBL merupakan masalah yang kompleks dan hanya dapat dicari solusinya melalui berpikir tingkat tinggi. Dengan kata lain, Saat memecahkan masalah yang bersifat kompleks, maka siswa dengan sendirinya membangun keterapilan berpikir tingkat tinggi.
2. Membangun ketrampilan memecahkan masalah secara efektif. Masalah dalam kehidupan nyata yang dibawa kedalam kelas pada strategi PBL harus dicari solusinya oleh siswa melalui kerja ilmiah. Kerja ilmiah merupakan keterampilan yang paling efektif untuk memecahkan masalah. Disisi lain, strategi PBL dapat menimbulkan keterampilan metakognitif siswa. Keterampilan metakonitif berkaitan dengan kesadaran untuk menentukan suatu cara pemecahan masalah, memonitor suatu perkembangan langkah yang telah dikerjakan dan mengevaluasi suatu pemecahan masalah yang telah ditemukan.
3. Membangun ketrampilan belajar bekelanjutan. Strategi metakognitif juga penting untuk membangun ketrampilan belajar berkelanjutan, yaitu belajar secara mandiri untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, siswa yang memiliki keterampilan metakognitif mengetahui apa yang telah mereka pahami dan apa yang belum mereka pahami terkait dengan suatu masalah. Kedua, mereka dapat menentukan sendiri tujuan dari pembelajarannya, yaitu mengidentifikasi apa yang dipelajari lebih lanjut untuk memecahkan masalah. Ketiga, mereka dapat menentukan strategi yang digunakan unuk dapat memecahkan masalah.
4. Menumbuhkan kemampuan berkolaborasi. Salah satu karakteristik strategi PBL adalah adanya siswa yang bekerja sama satu dengan lainnya, bisa secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama dapat meningkatkan keterampilan sosial, antara lain melatih ketrampilan berdiskusi, bertanggung jawab terhadap tugas, mengajukan pendapat dan menerima pendapat orang lain, mengorganisasikan kelompok hingga membuat persetujuan kelompok.
5. Menumbuhkan motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik akan tumbuh dalam diri siswa bila apa yang dipelajari siswa dikelas berkaitan dengan apa yang disukai dan terkait dengan kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu, dalam strategi PBL siswa diberikan kebebasan untuk menentukan topik sesuai dengan materi atau tema yang diberikan guru yang menarik baginya dan menentukan bagaimana akan mempelajarinya.

Perbedaan antara Strategi Pembelajaran Inquiri dengan Problem Based Learning (PBL)
Salah satu ciri strategi PBL adalah adanya penyelidikan autentik yang mengharuskan siswa untuk mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan informasi, melakukan eksperimen jika diperlukan, membuat analisis serta merumuskan kesimpulan. Hal tersebut menyebabkan strategi PBL terlihat mirip dengan strategi pembelajaran inquiri dan menyebabkan kebingungan bagi beberapa guru yang akan menerapkan salah satu metode pembelajaran tersebut di dalam kelas. Oleh karena itu, berikut akan dipaparkan perbedaan serta titik kritis antara metode pembelajaran inquiri dan PBL. Persamaan dan perbedaan antara metode pembelajaran inquiri dan PBL secara ringkas ditunjukkan pada Tabel 1.
Tujuan utama pembelajaran inquiri adalah agar siswa dapat membangun pengetahuan dan pemahaman tentang sains sebagaimana para ilmuan memahami alam semesta. Maka ide pertama dari pembelaran inkuiri adalah bahwa pembelajaran sains harus dibangun berdasarkan eksperimen di dalam laboratorium yang meliputi kerja mengamati, memanipulasi dan menganalisis. Prinsip utama pembelajaran inquiri adalah pemerolehan pemahaman berdasarkan observasi langsung dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat induktif. Oleh karena itu, pembelajaran inquiri dimulai dengan pertanyaan berdasarkan pengamatan secara langsung terhadap gejala alam. Karakteristik pertanyaan harus memiliki jawaban yang didasarkan atas fakta hasil pengamatan dan juga dapat memicu munculnya pertanyaan-pertanyaan baru dari siswa. Namun, sebagian besar pertanyaan dibuat oleh guru sebagai pertanyaan pengarah (driving question) untuk mengorganisasikan pembelajaran inquiri.
Prinsip dari PBL adalah memaksimalkan pembelajaran dengan menginvestigasi, menjelaskan dan memberikan solusi tentang masalah yang nyata. Oleh karna itu, jiwa PBL adalah seni dalam memecahkan masalah. PBL dan pembelarajan inquri sama-sama diawali dengan menunjukkan suatu fakta berupa fenomena alam, namun langkah selajutnya berbeda. Proses PBL utamanya didasarkan pada pemecahan masalah. Proses tersebut lebih dari memunculkan pertanyaan-pertanyaan seperti pada pembelajaran inquiri karena siswa dituntut mencari solusi dari masalah. Sehingga titik kritis dari PBL adalah bahwa pertanyaan pengarah dan penjelasan tentang fakta dibuat sendiri oleh siswa, sehingga guru tidak mengontrol proses pembelajaran dengan pertanyaan pengarah maupun menjelaskan konsep. Implikasi dari titik kritis tersebut adalah (1) guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan pembuat aturan, bukan sebagai pemimpin/pengarah proses pembelajaran; (2) siswa harus sudah memiliki pemahaman dan ketrampilan prasyarat, bukan dalam tahap membangun konsep seperti pada pembelajaran inquiri (Oğuz-Ünver, Ayşe dan Arabacioğlu, Sertaç, 2011:304-306).

Tabel 1. Persamaan dan perbedaan antara metode pembelajaran inquiri dengan problem based learning (PBL).

Pembelajaran Inquiri PBL
Sejarah Filosofi Didasari atas munculnya pertanyaan berdasarkan pengamatan fakta/fenomena alam Fokus kepada pencarian solusi untuk masalah nyata.
Kerangka Inquiri Inquiri
Pelopor Science and Laboratory InstructionJohn Dewey, Madame Curry, Robert Karplus, Joseph Schwab, Marshal Herron, Roger Bybee. Medical SchoolJohn Dewey, Barrows, Savey & Duffy, Williams, Stepien & Gallagher.
Prinsip Prinsip dasar Pemerolehan pengetahuan dan pemahan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan induktif. Memaksimalkan proses pembelajaran dengan menginvestigasi, menjelaskan dan memberikan solusi tentang masalah yang nyata.
Tujuan Siswa memahami sebagaimana para ilmuwan memahami alam. Siswa memahami untu dapat memecahkan masalah nyata.
Prosedur Pembelajaran Tipe instruksi Seminimal mungkin direct instruction. Seminimal mungkin direct instruction.
Unsur utama Menggali, menemukan, aplikasi. Mengidentifikasi masalah, mengaktifkan pemahaman, mengelaborasikan pemahaman.
Pengetahuan dasar siswa Kerangka dasar pembentukan pemahaman selanjutnya. Pemahaman dan ketrampilan digunakan untuk memecahkan masalah.
Tugas guru Pemimpin, fasilitator, pembuat aturan.Membuat pertanyaan pengarah. Fasilitator dan pembuat aturan, bukan sebagai pemimpin.
Tugas siswa Mengintepretasikan, membuat hipotesis, mendisain percobaan, menganalisis, menjelaskan fenomena. Menentukan adanya masalah, menjelaskan masalah, mengidentifikasi informasi dan data, menetapkan pemecahan masalah, membuat langkah kerja.Membuat pertanyaan pengarah.
Penerapan Untuk semua jenjang Diutamakan pada jenjang atas (SMA atau mahasiswa)
Hasil Hasil spesifik Pemahaman konsep. Ketrampilan memecahan masalah.

 

Perbedaan antara Strategi Pembelajaran Problem Solving dengan Problem Based Learning (PBL)
Salah satu karakter strategi PBL adalah proses pembelajaran didasarkan atas pemecahan masalah. Strategi pembelajaran lain yang juga didasarkan atas pemecahan masalah adalah strategi pembelajaran problem solving. Kedua strategi pembelajaran menggunakan terminologi problem sehingga terlihat mirip dan menyebabkan kebingungan bagi beberapa guru. Barrett dalam Higgs (2005: 37) mengklarifikasi perbedaan antara strategi pembelajaran problem solving dan PBL yaitu terletak pada karakteristik masalah yang menjadi kerangka utama proses pembelajaran. Apabila siswa diberikan masalah setelah mereka memperoleh pengetahuan dari guru atau handout dan dapat langsung diterapkan untuk menyelesaikan masalah (berupa soal) yang diberikan maka strategi yang digunakan adalah strategi pembelajaran problem solving. Analogi dari strategi pembelajaran problem solving adalah seperti seseorang yang diberi tugas untuk membuat kue tertentu dimana resepnya juga telah diberikan. Sedangkan dalam strategi PBL, siswa diberikan kebebasan untuk menentukan masalah dengan topik yang menarik baginya. Analogi dari strategi PBL adalah seperti seseorang yang diberi tantangan untuk membuat kue yang menurutnya sesuai untuk sebuah acara spesial, sehingga tidak diberikan resep.

B. Teori-teori yang mendasari Strategi Problem Based Learning
Dasar teori dari strategi PBL adalah teori konstruktivistik. Strategi PBL dikembangkan bersamaan dengan muncul teori humanistik, sehingga teori humanistik juga digunakan sebagai dasar teori strategi PBL.
1. Teori Kontruktivistik
Teori konstruktivisme dibagi menjadi dua, yaitu teori konstruktivisme kognitif dan teori konstruktivisme sosial. Dalam teori konstruktivistik kognitif, belajar adalah proses perubahan dalam struktur kognitif seseorang sebagai hasil konstruksi pengetahuan yang bersifat individual dan internal. Perubahan tersebut didorong oleh rasa ingin tahu. Selain itu dalam usaha membangun pengetahuannya saat berinteraksi dengan lingkungan, individu melakukan pengujian serta memodifikasi skema pengetahuannya yang telah ada. Interaksi yang terjadi bertindak sebagai katalis untuk membangun konflik kognitif dalam individu. Ketika konflik itu muncul, individu akan terdorong untuk melakukan proses-proses penyesuaian struktur kognitifnya dalam usaha membangun pemahaman terkait fakta/fenomena tersebut (Hitipiew, 2009: 93). Berdasarkan penjelasan tersebut, konstruktivistik menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses secara aktif oleh pebelajar untuk membangun pemahamannya. Setiap pemahaman baru yang dibangun didasarkan atas pemahaman yang telah diketahui sebelumnya.
Konstruktivitik kognitif juga menjelaskan bahwa pemahaman datang ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran menjadi relevan dan berarti jika melibatkan pengamatan terhadap fakta/fenomena yang terkait. Dengan kata lain, aktivitas belajar ditekankan pada experience based & discovery oriented. Dengan discovery, siswa didorong untuk mengembangkan minatnya secara alami dalam mencapai kompetensi. Tugas guru adalah mendorong siswa memecahkan masalah dengan caranya sendiri, bukan mengajarkan secara langsung dengan memberikan jawaban (Hitipiew, 2009: 96).
Konstruktivitik sosial fokus pada usaha memfasilitasi pengkonstruksian pemahaman siswa melalui interaksi sosial. Untuk mencapai hal tersebut perlu diciptakannya situasi yang memungkinkan siswa untuk dapat bertukar ide (sharing) dan berkolaborasi dalam pemecahan masalah. Hal tersebut menjelaskan bahwa guru tidak benar-benar membiarkan siswanya melakukan tugas-tugasnya sendiri (Hitipiew, 2009: 88).
Strategi PBL menggunakan konsep-konsep belajar dalam teori kontruktivistik sebagai landasan pengembangannya, yaitu: (1) pengetahuan dikonstruk secara individu secara aktif tergantung pada pengetahuan awal; (2) pengetahuan diperoleh ketika berinteraksi dengan fakta atau fenomena terkait; (3) kelompok kecil memungkinkan siswa untuk dapat bertukar ide (sharing) dan berkolaborasi dalam pemecahan masalah. Implikasi teori konstruktivistik dalam pelaksanaan pembelajaran dengan strategi PBL memiliki karakter: (1) guru hanya bertindak sebagai fasilitator, bukan sebagai sumber informasi dan siswa harus sudah memiliki pemahaman dan ketrampilan prasyarat, bukan dalam tahap membangun konsep; (2) adanya penyelidikan autentik sehingga siswa berinteraksi dengan fakta atau fenomena terkait; dan (3) siswa belajar dalam kelompok kecil.

2. Teori Humanistik
Dalam teori humanistik, belajar dipandang sebagai pemerolehan informasi atau pengalaman dan menemukan maknanya secara pribadi. Salah satu sumsi yang menjadi dasar humanistik adalah siswa belajar tentang apa yang mereka butuhkan dan apa yang ingin mereka tahu. Siswa memutuskan sendiri apa yang mau mereka pelajari. Tidak akan ada yang benar-benar dipelajari oleh siswa jika kepuasan ata betuhuan atau rasa ingin tahunya tidak terpenuhi (Goodman dalam Hitipiew, 2009: 117). Hal-hal lain yang dipelajari namun tidak berkaitan dengan kebutuhan siswa akan segera hilang dari ingatannya. Teori humanistik juga memberikan penekanan bahwa proses pembelajaran hendaknya dapat membentuk siswa terus ingin belajar dan juga tahu bagaimana belajar.
Teori humanistik digunakan sebagai dasar teori strategi PBL. Implikasi teori humanistik dalam pelaksanaan pembelajaran dengan strategi PBL memiliki karakter: (1) masalah yang diangkat hendaknya bermakna bagi siswa; (2) pemecahan masalahnya akan dapat melibatkan disiplin ilmu lain tergantung kemampuan dan kemauan siswa.

3. Langkah-langkah Penerapan Strategi Problem Based Learning
Ada beberapa pilihan dalam penerapan model ini, berikut disampaikan dua macam prosedural pelaksanaan pembelajaran ini. Model-model tersebut diantaranya yaitu:
1. Model Pannen dkk.

Menurut Pannen dkk., (2001) proses pembelajaran PBL biasanya mengikuti tahapan-tahapannya seperti roda (gambar 2.1)

Gambar 2.1 Model The Problem Solving Wheel (Pannen dkk., 2001)
Gambar 2.1 Model The Problem Solving Wheel (Pannen dkk., 2001)

 

Gambar 2.1 Melukiskan tahapan utuh yang seyogyanya muncul dalam problem based learning. Namun dikarenakan berbagai kendala, maka tahapan yang dilakukan hanya mencakup empat tahap saja, yaitu: identifikasi masalah, mengumpulkan data, analisis data, dan menghasilkan pemecahan masalah.

 

2. Model Arend

Tahapan pembelajaran model PBL yang biasa dilakukan adalah proses belajar model Arend (2004) yang disajikan seperti pada tabel 2.1 berikut:

Langkah-langkah Strategi Pembelajaran Problem Based Learning Kegiatan yang dilakukan guru
  1. Orientasi siswa pada masalah
  • Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan dan memotivasi siswa yang terlibat dalam pemecahan masalah
  1. Mengorganisir siswa dalam belajar
  • Guru membagi siswa dalam kelompok
  • Guru membantu siswa dalam mendefinisikan dan mengorganisir tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
  1. Membimbing penyelidikan (inqury) individu maupun kelompok
  • Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
  1. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
  • Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model dan membantu mereka membagi tugas dengan temannya.
  1. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
  • Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang digunakan

 

Menurut Tchudi dan Lafer (dalam Ward & Lee, 2002) ciri-ciri masalah yang baik sebagai berikut:

  1. Masalah tersebut cukup membingungkan dan menimbulkan keingintahuan serta menjadi alasan untuk belajar.
  2. Memicu untuk berpikir tentang berbagai hal baru dengan cara yang baru.
  3. Membantu para pebelajar menemukan tentang apa yang telah mereka ketahui dan belum ketahui.
  4. Memastikan bahwa para pebelajar dapat menjangkau di luar apa yang mereka ketahui.
  5. Menimbulkan rasa membutuhkan dan menginginkan terhadap keterampilan dan pengetahuan dalam diri pebelajar.
  6. Mengarahkan pemahaman tentang hubungan yang ada dalam prosedur masalah tersebut sehingga prosedur tersebut masuk akal.
  7. Secara alami mendorong ke arah penyelidikan (inquiry).
  8. Membangun kelompok pebelajar yang kompak
  9. Mendorong kepada kerja sama yang kompak berdasarkan kehendak dan keinginan untuk berhasil daripada hanya sekedar perilaku yang didikte yang dianjurkan demi kesopanan.

Menurut Tchudi dan Lafer (dalam Ward & Lee, 2002) ciri-ciri masalah yang baik sebagai berikut:
a. Masalah tersebut cukup membingungkan dan menimbulkan keingintahuan serta menjadi alasan untuk belajar.
b. Memicu untuk berpikir tentang berbagai hal baru dengan cara yang baru.
c. Membantu para pebelajar menemukan tentang apa yang telah mereka ketahui dan belum ketahui.
d. Memastikan bahwa para pebelajar dapat menjangkau di luar apa yang mereka ketahui.
e. Menimbulkan rasa membutuhkan dan menginginkan terhadap keterampilan dan pengetahuan dalam diri pebelajar.
f. Mengarahkan pemahaman tentang hubungan yang ada dalam prosedur masalah tersebut sehingga prosedur tersebut masuk akal.
g. Secara alami mendorong ke arah penyelidikan (inquiry).
h. Membangun kelompok pebelajar yang kompak
i. Mendorong kepada kerja sama yang kompak berdasarkan kehendak dan keinginan untuk berhasil daripada hanya sekedar perilaku yang didikte yang dianjurkan demi kesopanan.
Menurut John Dewey (dalam Suyanti,2010) menjelaskan ada enam tahapan PBL dalam memecahan masalah (problem solving), yaitu:
1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan masalah sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai dengan rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

4. Kelebihan dan Kelemahan Penerapan Strategi Pembelajaran Problem Based Learning
Menurut Suyanti 2010, problem based learning memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan, diantaranya:
1. Kelebihan
Sebagai suatu strategi pembelajaran, PBL memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah:
a. PBL dirancang utamanya untuk membantu pebelajar dalam membangun kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan intelektual mereka, dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyelesaikan dengan pengetahuan baru.
b. Membuat mereka menjadi pebelajar yang mandiri dan bebas.
c. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran, dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa,
d. Dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata,
e. Membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan di samping itu, juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
f. Melalui problem based learning bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku.
g. Dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
2. Kelemahan PBL
Disamping kelebihan, PBL juga memiliki kelemahan diantaranya:
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem based learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

5. Skenario Pembelajaran PBL

https://drive.google.com/file/d/0B3rlsMsFl5PzYmx0cS0xbk0wQWs/edit?usp=sharing

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. PBL merupakan pembelajaran yang merupakan hasil dari suatu proses menginvestigasi, pemahaman dan memberikan solusi dari suatu masalah.
2. Teori yang mendasari Strategi pembelajaran problem based learning ada 2, yang pertama Teori konstruktivisme yang dibagi menjadi dua: teori konstruktivisme kognitif yang menganggap bahwa belajar adalah proses perubahan dalam struktur kognitif seseorang sebagai hasil konstruksi pengetahuan yang bersifat individual dan internal. Konstruktivitik sosial fokus pada usaha memfasilitasi pengkonstruksian pemahaman siswa melalui interaksi sosial.dan teori konstruktivisme sosial. Teori yang kedua adalah teori humanistik, belajar dipandang sebagai pemerolehan informasi atau pengalaman dan menemukan maknanya secara pribadi.
3. Langkah-langkah Strategi Pembelajaran Problem based learning:
a. Orientasi siswa pada masalah
b. Mengorganisir siswa dalam belajar
c. Membimbing penyelidikan (inqury) individu maupun kelompok
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
4. Kelebihan strategi problem based learning antara lain: PBL dirancang utamanya untuk membantu pebelajar dalam membangun kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, intelektual, dan mengembangkan kemampuan dalam menyelesaikan dengan pengetahuan baru; membuat pebelajar mandiri dan bebas; dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa; dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata, membantu siswa mengembangkan pengetahuan baru dan bertanggung jawab dalam pembelajaran; dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya; dapat memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku; serta PBL dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Sedangkan kelemahan dari strategi ini yaitu, manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba; keberhasilan strategi pembelajaran problem based learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan; serta tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
5. Skenario pembelajaran problem based learning disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajarannya.
6. Penilaian dalam strategi pembelajaran problem based learning terdiri dari penilaian individu dan kelompok.

DAFTAR RUJUKAN

Arend, Richard I. 2004. Learning to Teach (6th edition). New York: Mc Graw Hill Company.

Eggen, P. & Kauchak, D. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran: Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir Edisi Keenam. Jakarta: Indeks.

Higgs, Bettie. 2005. The Evolution from Problem Solving to Problem-Based Learning (PBL): A Case Study in Earth Sciences at University College Cork.

Hitipeuw, Imanuel. 2009. Belajar & Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Hmelo-Silver, C. E. 2004. Problem Based Learning: what and how do student learn?. Educational psychology review, Vol. 16 No. 3. New Jersey: Pleneum Publishing Coorporation.

Oğuz-Ünver, Ayşe dan Arabacioğlu, Sertaç. 2011. Overview on Inquiry Based adnda Problem Based Learning Methods. Western Anatolia Journal of Educational Science. ….: Dokuz Eylul University Institude of Educational Science.

Pannen, P., Mustafa, D. & Sekarwinahyu, M. 2001. Konstruktivisme dalam pembelajaran. Jakarta: PPAI- Universitas terbuka.

Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu. Bogor: Ghalia Indonesia

Suyanti, Dwi Retno. 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Ward, J.D. & Lee, C.L. 2002. A review of Problem based learning. Journal Of Family dan consumer science education, vol. 20 No. 1. Spring/ summer. (online), (http://www.bie.org/tmp/research/ward%20&%Lee_A%20review%20of%20problem-based%20Learning.pdf)

Leave a comment